Friday, October 17, 2003

Bu Guru Kecil
Oleh: Dian Arifianti
[guru]

Aku tidak pernah menyangka bahwa acara tebak-tebakan yang sering kami lakukan dapat membekas dalam pada salah satu muridku. Hilya, gadis cilik yang pintar namun cukup pendiam ternyata dapat menjadi ibu guru cilik bagi teman-temannya.
Waktu itu kami dalam perjalanan kembali ke sekolah sehabis kegiatan berenang. Aku merasa agak lelah sehingga memejamkan mata berusaha untuk tidur. Anak-anak tidak ada yang tidur. Mereka sibuk bercerita tentang berbagai hal. Sampai suatu saat kudengar Hilya berkata: "Di jalan ada 14 mobil, datang lagi 5 mobil. Berapa mobil yang ada di jalan sekarang?: Teman-temannya bergegas menghitung dan berebut menjawab. Bu guru cilik ini dengan tangkas membetulkan jawaban 'murid-murid'nya.
Aku terkejut. Betapa piawainya Hilya merangkai soal matematika. Ia menggunakan dengan baik bahasa penjumlahan dan pengurangan dalam soal cerita. Sementara teman-temannya dengan antusias menjawab semua pertanyaannya. Permainan ini berlangsung cukup lama. Bu guru cilik dan 'murid-murid'-nya sama-sama antusias dalam melakukan nya. Aku bangga dan terharu. Menyaksikan murid-muridku bermain tanpa menyadari sesungguhnya mereka sedang mengulang pelajaran yang pernah kuberikan.


Yang Unik di Sekolah Alam
Oleh : Sylvia Nora Savitri
[Ortu Afrizal 'Kakak' Firdaus SD-3 dan Fariz TK-A]

Bicara tentang Sekolah alam tak akan ada habisnya. Tentang bangunannya yang sudah jelas berbeda dengan gedung sekolah yang biasa kita tahu. (sampai- sampai salah seorang rekan kerja saya berkomentar bahwa saya ketinggalan zaman sebab menyekolahkan anak kok mundur seperti zaman Mpu Gandring) , tentang guru- guru yang tampil bersahaja tapi sarat dengan beragam ide dan kesabaran, tentang kebun, outbond, OTFA, Market day dll Tidak akan cukup satu atau dua halaman untuk menuliskannya.

Sekolah untuk semua begitu kata Sekolah Alam. Semula saya berpikir bahwa semua di sini adalah anak-anak dengan segala karakteristiknya yang beragam dan spesifik. Anak- anak thok…. ! Dari yang koginitfnya cemerlang, biasa- biasa sampai yang mungkin agak kurang. Dari yang rentang konsentrasinya cemerlang sampai yang rentang konsentrasinya minim.

Ternyata dari hari ke hari, bulan ke bulan dan tahun ke tahun saya tahu saya keliru. Sekolah Alam ternyata bukan hanya untuk anak-anak kita atau anak- anak lain tetapi juga untuk kita sebagai orang tua. Banyak sekali hal- hal menarik yang membuat kita ikut merasa sebagai murid Sekolah Alam. Ocehan- ocehan si Anak di rumah atau sikap- sikap Anak kita dalam menyikapi suatu permasalahan terkadang membuat kita termangu, kagum atau malah tergugu. Belum lagi kalau pertemuan orang tua dengan guru kelas , pembicaraan yang meloncat loncat dari satu topik ke topik lain saling sharing bagaimana menyikapi perilaku anak adalah pengalaman yang sangat berharga. Tak ada duanya.

Namun sekali lagi saya keliru, ternyata Sekolah Alam adalah untuk seluruh anggota keluarga. Seluruh anggota keluarga yang saya maksud adalah termasuk para Khadimat kita. Mbak- mbak yang telah berbaik hati menunggu si buah hati di sekolah. Terutama untuk anak-anak Play Group dan TK.

Kita lupa bahwa Khadimat kita juga perlu banyak belajar, apalagi dengan usia mereka yang masih belia. Alhamdulillah ternyata ada yang peduli, salah seorang dari orang tua murid memfasilitasi untuk memberi siraman rohani kepada Khadimat kita. Selagi menunggu si buah hati belajar di saung yang nyaman Ummi ini membuat kelompok kecil yang mencoba membuka cakrawala para Khadimat kita dengan pengajian kecil. Daripada melamun di pendopo atau di rimbunnya pohon Cherry atau malah bicara melantur Ummi ini berinisiatif untuk bicara masalah yang serius dengan gaya yang santai. Dan hasilnya bisa kita lihat dengan perubahan penampilan dan sikap para Khadimat kita. Bravo Ummi…. ! Kami berhutang pada Ummi…..

Saya rasa hal seperti ini belum kita temukan di sekolah lain, atau mari kita berharap sekolah lainpun bisa seperti Sekolah Alam. Amin